Geografi - Teori Perkembangan Perkotaan
Teori-teori yang melandasi struktur ruang kota
yang paling dikenal yaitu:
1. Teori Konsentris
(Burgess,1925) yang menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central
Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya tepat di tengah kota
dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan
politik, serta merupakan zona dengan derajat aksesibilitas tinggi dalam suatu
kota.
DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian, yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
2. Teori Sektoral
(Hoyt,1939) menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki pengertian yang sama dengan
yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
3. Teori Pusat Berganda
(Harris dan Ullman,1945) menyatakan bahwa DPK atau CBD adalah pusat kota yang
letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah
satu “growing points”. Zona ini menampung sebagian besar kegiatan kota, berupa
pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya terdapat distrik spesialisasi
pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain
(Yunus, 2000:49). Namun, ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di
atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak DPK atau CBD dan
letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar.
4. Teori Ketinggian
Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan bahwa perkembangan struktur kota
dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK atau CBD secara garis
besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi, aksesibilitas sangat
tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan secara vertikal.
Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan kegiatan perdagangan
(retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas suatu ruang maka ruang
tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat ekonominya.
5. Teori Konsektoral
(Griffin dan Ford, 1980). Teori Konsektoral dilandasi oleh strutur ruang kota
di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK atau CBD merupakan
tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan pekerjaan. Di daerah ini
terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam nilai historis dari
daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan dengan DPK atau CBD di
kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang digunakan untuk kegiatan
ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah pertokoan untuk golongan
ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk tempat tinggal sementara
para imigran.
6. Teori Historis
(Alonso, 1964). DPK atau CBD dalam teori ini merupakan pusat segala fasilitas
kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri dan aksesibilitas yang
tinggi.
Jadi, dari teori-teori tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa DPK atau CBD merupakan pusat segala aktivitas kota dan lokasi yang strategis untuk kegiatan perdagangan skala kota.
Jadi, dari teori-teori tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa DPK atau CBD merupakan pusat segala aktivitas kota dan lokasi yang strategis untuk kegiatan perdagangan skala kota.
Tahap-tahap Perkembangan Kota, Pola Keruangan
Desa dan Kota
1. Griffith Taylor
Griffith Taylor (1958) mengemukakan
tahapan perkembangan kota sebagai berikut:
- Stadium Infantile, di dalam stadium ini
tak terlihat batas yang jelas antara daerah pemukiman dan daerah perdagangan.
Demikian pula antara daerah miskin dan kaya. Batas-batasnya sulit untuk
digambarkan. Perumahan pemilik toko dan toko yang masih menjadi satu juga
menjadi ciri-ciri stadium ini.
- Stadium Juvenile, di dalam stadium ini
mulai terlihat bahwa kelompok perumahan tua sudah mulai terdesak
perumahan-perumahan baru. Selain itu, terdapat pula pemisah antara daerah
pertokoan dan daerah perumahan.
- Stadium Mature, di dalam stadium ini
banyak ditemui daerah-daerah baru yang telah mengikuti rencana tertentu.
- Stadium Senile, stadium kemunduran
kota. Hal ini terjadi karena di stadium ini tampak bahwa setiap zona terjadi
penurunan dan kemunduran karena kurang adanya pemeliharaan yang dapat
disebabkan faktor ekonomi dan politik
2. J.M. Houston
J.M. Houston berpendapat bahwa
karakteristik perkembangan kota melalui tiga tahap berikut:
- Stadium Pembentukan Inti Kota, yang
dikenal dengan istilah CBD (Central Business District). Pada tahap ini,
pembangunan gedung-gedung sebagai penggerak kegiatan mulai berkembang. Namun
kenampakan fisik kota masih meliputi wilayah yang sempit.
- Stadium Formatif, pada tahap ini, inti
kota mulai berkembang akibat perkembangan industri. Perkembangan sektor
industri, transportasi, dan perdagangan menyebabkan makin luasnya keadaan
pabrik-pabrik di perkotaan. Perluasan daerah umumnya terjadi di daerah yang
transportasinya lancar, seperti di pinggir jalan raya.
- Stadium Modern, di stadium ini mulai
terlihat terjadinya kemajuan bidang teknologi. Makin majunya transportasi dan
komunikasi menyebabkan seseorang tak bergantung lagi pada tempat tinggal yang
dekat tempat kerja. Oleh karena itu, ada gejala perkembangan kota yang mengarah
keluar. Kenampakan kota tak sesederhana stadium pertama dan kedua, tetapi jauh
lebih kompleks. Pada tahap ini, terjadi penggabungan beberapa pusat kegiatan
sehingga menentukan batas wilayah perkotaan sudah makin sulit.
Menurut Lewis Mumford
1. Neopolis, Kota
menempati suatu pusat daerah pertanian dengan adat istiadat bercorak pedesaan
dan serba sederhana.
2. Polis, Merupakan
pusat kehidupan keagamaan dan pemerintahan.
3. Metropolis, Dalam
kota besar ini telah terjadi pertemuan orang dari berbagai bangsa untuk tujuan
dagang dan saling bertukar kebudayaan. Terjadi perkawinan campuran antar bangsa
maupun antar ras sehingga menyebabkan penduduk kota heterogen
4. Megapolis, Merupakan
peningkatan dari kota metropolis. Terjadi gejala sosiopatologis. Kekuasaan dan
kekayaan semakin menonjol, kemiskinan juga semakin meluas.
5. Tyranopolis, Kota
besar ini dilanda kepincangan-kepincangan social yang berupa korupsi dan
kemerosotan moral. Kaum miskin merupakan kekuatan yang tak dapat diremehkan.
6. Nekropolis,
Merupakan tahap terakhir daaari perkembangan kota. Kota mengalami kemunduran,
menuju keruntuhan (nekros / bangkai )
Dilihat dari bentuk bangunan dan
persebarannyatahap perkembangan kota terbagi
Menjadi :
1. Stadia Infantile :
rumah dan toko menjadi satu.
2. Stadia Jufentile :
Bentuk rumah kuno diganti dengan rumah baru, sudah ada pemisah antara rumah
dengan toko atau perusahaan.
3. Stadia Mature :
bentuk rumah yang diatur penyusunannya, timbul area-area baru untuk pemukiman
atau industri.
4. Stadia Senile :
terjadi kemunduran berbagai aktivitas kehidupan serta bangunannya akibat
kurangnya pemeliharaan.
Berdasarkan fase perkembangan secara tekhnis,
kota terbagi menjadi :
1. Fase mesoteknis, Mengandalkan
eksploitasi manusia atas sumber daya air dan angin. Semua peralatan digerakkan
dengan daya angin dan air.
2. Fase Paleotekhnis, Sumber
tenaga yang digunakan adalah uap air. Mesin-mesin konstruksi dari baja. Mulai
dibicarakan pabrik-pabrik dengan cerobong asap.
3. Fase Neotekhnisus, Sumber
tenaga yang digunakan adalah bensin dan lisstrik, mengarah pada penggunaan
tenaga nuklir.
Menurut N.R. Saxena, tahapan pemusatan
penduduk kota terbagi atas :
1. Infant town (jml penduduk 5000 – 10.000
orang)
2. Township ( jml penduduk 10.000 – 50.000
orang), terdiri atas :
Adolecent
township
Mature
township
Specialized
township
3 Township ( jml penduduk 100.000 –
1.000.000), terdiri atas :
Adolecent
township
Mature
township
Adolecentship
Pemerintah Republik Indonesia menggolongkan
kota berdasarkan jumlah
penduduk sbb :
1. Kota kecil, jmh penduduk 20.000 – 50.000
orang
2. Kota sedang, jml penduduk 50.000 – 100.000
orang
3. Kota besar, jml penduduk 100.000 –
1.000.000 orang
4. Kota metropolis, jml penduduk ‹ 1. 000.000
Teori-teori yang melandasi struktur ruang kota
yang paling dikenal yaitu:
1.
Teori Konsentris (Burgess,1925) yang menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota
(DPK) atau Central Bussiness District (CBD) adalah pusat kota yang letaknya
tepat di tengah kota dan berbentuk bundar yang merupakan pusat kehidupan
sosial, ekonomi, budaya dan politik, serta merupakan zona dengan derajat
aksesibilitas tinggi dalam suatu kota.
DPK atau CBD tersebut terbagi atas dua bagian,
yaitu: pertama, bagian paling inti atau RBD (Retail Business District) dengan
kegiatan dominan pertokoan, perkantoran dan jasa; kedua, bagian di luarnya atau
WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan dengan peruntukan
kegiatan ekonomi skala besar, seperti pasar, pergudangan (warehouse), dan
gedung penyimpanan barang supaya tahan lama (storage buildings).
2.
Teori Sektoral (Hoyt,1939) menyatakan bahwa DPK atau CBD memiliki
pengertian yang sama dengan yang diungkapkan oleh Teori Konsentris.
3.
Teori Pusat Berganda (Harris dan Ullman,1945) menyatakan bahwa DPK atau
CBD adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya
dan berfungsi sebagai salah satu “growing points”. Zona ini menampung sebagian
besar kegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan di dalamnya
terdapat distrik spesialisasi pelayanan, seperti “retailing” distrik khusus
perbankan, teater dan lain-lain (Yunus, 2000:49). Namun, ada perbedaan dengan
dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda
terdapat banyak DPK atau CBD dan letaknya tidak persis di tengah kota dan tidak
selalu berbentuk bundar.
4.
Teori Ketinggian Bangunan (Bergel, 1955). Teori ini menyatakan bahwa
perkembangan struktur kota dapat dilihat dari variabel ketinggian bangunan. DPK
atau CBD secara garis besar merupakan daerah dengan harga lahan yang tinggi,
aksesibilitas sangat tinggi dan ada kecenderungan membangun struktur perkotaan
secara vertikal. Dalam hal ini, maka di DPK atau CBD paling sesuai dengan
kegiatan perdagangan (retail activities), karena semakin tinggi aksesibilitas
suatu ruang maka ruang tersebut akan ditempati oleh fungsi yang paling kuat
ekonominya.
5.
Teori Konsektoral (Griffin dan Ford, 1980). Teori Konsektoral dilandasi
oleh strutur ruang kota di Amerika Latin. Dalam teori ini disebutkan bahwa DPK
atau CBD merupakan tempat utama dari perdagangan, hiburan dan lapangan
pekerjaan. Di daerah ini terjadi proses perubahan yang cepat sehingga mengancam
nilai historis dari daerah tersebut. Pada daerah – daerah yang berbatasan
dengan DPK atau CBD di kota-kota Amerika Latin masih banyak tempat yang
digunakan untuk kegiatan ekonomi, antara lain pasar lokal, daerah-daerah
pertokoan untuk golongan ekonomi lemah dan sebagian lain dipergunakan untuk
tempat tinggal sementara para imigran.
6.
Teori Historis (Alonso, 1964). DPK atau CBD dalam teori ini merupakan
pusat segala fasilitas kota dan merupakan daerah dengan daya tarik tersendiri
dan aksesibilitas yang tinggi.
Jadi, dari teori-teori tersebut di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa DPK atau CBD merupakan pusat segala aktivitas kota dan
lokasi yang strategis untuk kegiatan perdagangan skala kota.
Tahap-tahap Perkembangan Kota, Pola Keruangan
Desa dan Kota
1. Griffith Taylor
Griffith Taylor (1958) mengemukakan tahapan
perkembangan kota sebagai berikut:
- Stadium Infantile, di dalam stadium ini tak
terlihat batas yang jelas antara daerah pemukiman dan daerah perdagangan.
Demikian pula antara daerah miskin dan kaya. Batas-batasnya sulit untuk
digambarkan. Perumahan pemilik toko dan toko yang masih menjadi satu juga
menjadi ciri-ciri stadium ini.
- Stadium Juvenile, di dalam stadium ini mulai
terlihat bahwa kelompok perumahan tua sudah mulai terdesak perumahan-perumahan
baru. Selain itu, terdapat pula pemisah antara daerah pertokoan dan daerah
perumahan.
- Stadium Mature, di dalam stadium ini banyak
ditemui daerah-daerah baru yang telah mengikuti rencana tertentu.
- Stadium Senile, stadium kemunduran kota. Hal
ini terjadi karena di stadium ini tampak bahwa setiap zona terjadi penurunan
dan kemunduran karena kurang adanya pemeliharaan yang dapat disebabkan faktor
ekonomi dan politik
2. J.M. Houston
J.M. Houston berpendapat bahwa karakteristik
perkembangan kota melalui tiga tahap berikut:
- Stadium Pembentukan Inti Kota, yang dikenal
dengan istilah CBD (Central Business District). Pada tahap ini, pembangunan
gedung-gedung sebagai penggerak kegiatan mulai berkembang. Namun kenampakan
fisik kota masih meliputi wilayah yang sempit.
- Stadium Formatif, pada tahap ini, inti kota
mulai berkembang akibat perkembangan industri. Perkembangan sektor industri,
transportasi, dan perdagangan menyebabkan makin luasnya keadaan pabrik-pabrik
di perkotaan. Perluasan daerah umumnya terjadi di daerah yang transportasinya
lancar, seperti di pinggir jalan raya.
- Stadium Modern, di stadium ini mulai
terlihat terjadinya kemajuan bidang teknologi. Makin majunya transportasi dan
komunikasi menyebabkan seseorang tak bergantung lagi pada tempat tinggal yang
dekat tempat kerja. Oleh karena itu, ada gejala perkembangan kota yang mengarah
keluar. Kenampakan kota tak sesederhana stadium pertama dan kedua, tetapi jauh
lebih kompleks. Pada tahap ini, terjadi penggabungan beberapa pusat kegiatan
sehingga menentukan batas wilayah perkotaan sudah makin sulit.
Menurut Lewis Mumford
1.
Neopolis, Kota menempati suatu pusat daerah pertanian dengan adat
istiadat bercorak pedesaan dan serba sederhana.
2.
Polis, Merupakan pusat kehidupan keagamaan dan pemerintahan.
3.
Metropolis, Dalam kota besar ini telah terjadi pertemuan orang dari
berbagai bangsa untuk tujuan dagang dan saling bertukar kebudayaan. Terjadi
perkawinan campuran antar bangsa maupun antar ras sehingga menyebabkan penduduk
kota heterogen
4.
Megapolis, Merupakan peningkatan dari kota metropolis. Terjadi gejala
sosiopatologis. Kekuasaan dan kekayaan semakin menonjol, kemiskinan juga
semakin meluas.
5.
Tyranopolis, Kota besar ini dilanda kepincangan-kepincangan social yang
berupa korupsi dan kemerosotan moral. Kaum miskin merupakan kekuatan yang tak
dapat diremehkan.
6.
Nekropolis, Merupakan tahap terakhir daaari perkembangan kota. Kota
mengalami kemunduran, menuju keruntuhan (nekros / bangkai )
Dilihat dari bentuk bangunan dan
persebarannyatahap perkembangan kota terbagi
Menjadi :
1.
Stadia Infantile : rumah dan toko menjadi satu.
2.
Stadia Jufentile : Bentuk rumah kuno diganti dengan rumah baru, sudah
ada pemisah antara rumah dengan toko atau perusahaan.
3.
Stadia Mature : bentuk rumah yang diatur penyusunannya, timbul area-area
baru untuk pemukiman atau industri.
4.
Stadia Senile : terjadi kemunduran berbagai aktivitas kehidupan serta
bangunannya akibat kurangnya pemeliharaan.
Berdasarkan fase perkembangan secara tekhnis,
kota terbagi menjadi :
1.
Fase mesoteknis, Mengandalkan eksploitasi manusia atas sumber daya air
dan angin. Semua peralatan digerakkan dengan daya angin dan air.
2.
Fase Paleotekhnis, Sumber tenaga yang digunakan adalah uap air.
Mesin-mesin konstruksi dari baja. Mulai dibicarakan pabrik-pabrik dengan
cerobong asap.
3.
Fase Neotekhnisus, Sumber tenaga yang digunakan adalah bensin dan
lisstrik, mengarah pada penggunaan tenaga nuklir.
Menurut N.R. Saxena, tahapan pemusatan
penduduk kota terbagi atas :
1. Infant town (jml penduduk 5000 – 10.000
orang)
2. Township ( jml penduduk 10.000 – 50.000
orang), terdiri atas :
·
Adolecent township
·
Mature township
·
Specialized township
3 Township ( jml penduduk 100.000 –
1.000.000), terdiri atas :
·
Adolecent township
·
Mature township
·
Adolecentship
Pemerintah Republik Indonesia menggolongkan
kota berdasarkan jumlah
penduduk sbb :
1. Kota kecil, jmh penduduk 20.000 – 50.000
orang
2. Kota sedang, jml penduduk 50.000 – 100.000
orang
3. Kota besar, jml penduduk 100.000 –
1.000.000 orang
4. Kota metropolis, jml penduduk ‹ 1. 000.000
Komentar
Posting Komentar